Mukhasin S.Pd Sekum BMPS Kabupaten Tangerang
Artikel “Sekolah Publik vs Sekolah Privat dalam Wacana Kekuasaan, Demokrasi, dan Liberalisasi Pendidikan” karya Nanang Martono merupakan sebuah analisis yang komprehensif mengenai perbedaan fundamental antara pendidikan publik dan privat di Indonesia. Martono mengajak pembaca untuk memahami bagaimana kekuasaan, demokrasi, dan liberalisasi memainkan peran penting dalam membentuk lanskap pendidikan nasional.
- Kekuasaan dalam Pendidikan: Siapa yang Mengontrol?
Martono memulai analisisnya dengan menguraikan peran kekuasaan dalam pendidikan. Sekolah publik, yang berada di bawah kendali pemerintah, sering kali menjadi alat negara untuk menerapkan kebijakan dan agenda politik. Dalam banyak kasus, kurikulum dan kebijakan pendidikan di sekolah publik mencerminkan kepentingan politik yang berkuasa. Hal ini menciptakan situasi di mana pendidikan digunakan sebagai sarana kontrol sosial dan politik.
Sebaliknya, sekolah privat, meskipun memiliki otonomi yang lebih besar, tidak sepenuhnya bebas dari pengaruh kekuasaan. Banyak sekolah privat yang didukung oleh kelompok elit atau korporasi, yang membawa agenda mereka sendiri ke dalam sistem pendidikan. Mereka memiliki kebebasan dalam menentukan kurikulum dan metode pengajaran, tetapi tetap bergantung pada pendanaan dan dukungan dari pihak-pihak tertentu.
- Demokrasi dan Akses Pendidikan: Ironi Kesetaraan
Martono kemudian membahas tentang demokrasi dalam konteks pendidikan. Prinsip demokrasi mengusung kesetaraan akses pendidikan untuk semua, namun kenyataan di lapangan menunjukkan hal yang berbeda. Sekolah publik, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam memberikan akses pendidikan yang merata, sering kali menghadapi tantangan besar dalam hal dana dan sumber daya. Kualitas pendidikan di sekolah publik kerap tidak merata, terutama di daerah-daerah terpencil.
Di sisi lain, sekolah privat menawarkan fasilitas dan kualitas pendidikan yang lebih baik, tetapi dengan biaya yang tidak terjangkau oleh sebagian besar masyarakat. Ini menciptakan kesenjangan sosial yang semakin lebar, di mana hanya kalangan yang mampu secara finansial yang dapat menikmati pendidikan berkualitas. Martono menyoroti bahwa fenomena ini bertentangan dengan prinsip dasar demokrasi, yang seharusnya menjamin akses pendidikan untuk semua lapisan masyarakat tanpa diskriminasi.
- Liberalisasi Pendidikan: Pendidikan sebagai Komoditas
Salah satu poin utama yang diangkat oleh Martono adalah liberalisasi pendidikan. Dalam era globalisasi, pendidikan semakin berorientasi pada pasar. Sekolah privat, yang beroperasi dengan model bisnis, cenderung lebih mementingkan keuntungan finansial daripada misi sosial pendidikan. Martono mengkritik bahwa orientasi ini dapat mengancam esensi pendidikan sebagai alat pembebasan dan peningkatan kesejahteraan sosial.
Liberalisasi juga membawa perubahan dalam cara pendidikan dipandang dan diakses. Pendidikan tidak lagi dianggap sebagai hak dasar, tetapi sebagai komoditas yang dapat dibeli. Martono menekankan bahwa pendekatan ini berpotensi mengikis nilai-nilai kolektif dalam pendidikan, dan menggantinya dengan nilai-nilai individualistik dan materialistik.
- Implikasi untuk Masa Depan Pendidikan di Indonesia
Martono menutup artikelnya dengan refleksi tentang masa depan pendidikan di Indonesia. Ia mengajak para pembaca untuk merenungkan dampak dari pilihan antara sekolah publik dan privat terhadap generasi mendatang. Martono menegaskan pentingnya peran pemerintah, pendidik, dan masyarakat dalam menciptakan sistem pendidikan yang lebih adil dan inklusif.
Ia juga menyoroti perlunya kebijakan yang lebih berpihak pada pendidikan publik, untuk memastikan bahwa setiap anak Indonesia memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan berkualitas. Selain itu, Martono mengajak masyarakat untuk lebih kritis dalam mengevaluasi kebijakan pendidikan dan memastikan bahwa pendidikan tetap menjadi hak dasar yang dapat diakses oleh semua orang.
Kesimpulan
Artikel ini memberikan wawasan penting tentang kompleksitas pendidikan di Indonesia. Dengan analisis yang mendalam dan argumen yang kuat, Nanang Martono membuka ruang diskusi yang penting tentang bagaimana kita dapat menciptakan sistem pendidikan yang lebih adil, demokratis, dan inklusif. Artikel ini bukan hanya relevan bagi akademisi dan pembuat kebijakan, tetapi juga bagi orang tua dan masyarakat umum yang peduli terhadap masa depan pendidikan anak-anak mereka.